Feeder Metro Jabar Trans: Bandung Raya Menyusul Jejak Jakarta



Ada rasa haru sekaligus bangga yang tak bisa disembunyikan ketika akhirnya Bandung Raya mulai punya wajah baru dalam transportasi publik. Per 1 Oktober 2025, Feeder Metro Jabar Trans (MJT) resmi beroperasi di Kota Bandung. Bagi sebagian orang, mungkin ini “sekadar” angkot dengan cat dan nama baru. Namun, bagi yang sudah lama merindukan transportasi publik yang lebih tertata, ini adalah langkah besar, bahkan sebuah doa lama yang akhirnya terjawab.

Belajar dari Jakarta

Jakarta sudah lebih dulu melangkah dengan Mikrotrans (atau yang lebih dikenal publik sebagai Jaklingko) . Bandung seolah berkata: “Kami pun siap berubah.” Dan memang, inilah bukti bahwa transformasi angkot bukan mustahil. Bila di Jakarta warga sudah terbiasa tap kartu di Mikrotrans, kini warga Bandung akan punya kebiasaan serupa. Perlahan tapi pasti, infrastruktur transportasi kita bergerak menuju era baru.

Walaupun saya sendiri belum pernah mencoba langsung layanan feeder Mikrotrans, karena saat perjalanan dinas ke Jakarta dulu saya hanya memakai BRT Transjakarta di koridor utama, tapi saya mengikuti perkembangannya lewat berita sejak Transjakarta memperluas layanan. Dari situ saya melihat bagaimana angkot/mikrolet yang dulu dianggap kumuh dan semrawut perlahan diubah wajahnya: sopir yang tak lagi bergantung setoran, sistem pembayaran Jaklingko yang cukup dengan sekali “tap”, dan pola layanan yang lebih tertib. Mikrotrans akhirnya menjelma jadi simpul penting yang melengkapi jaringan Transjakarta.

Kini, Bandung mulai merasakan hal serupa. Feeder Metro Jabar Trans hadir dengan semangat yang sama: mengubah wajah angkot menjadi feeder modern, terintegrasi dengan koridor utama bus Metro Jabar Trans.

FD-1, Jalur Perdana

Untuk tahap awal, koridor yang beroperasi baru satu: FD-1 dengan rute Simpang Soetta Kircon ke  Pasar Baru Jalan ABC dan sebaliknya. Tiga armada sudah mengaspal, lengkap dengan CCTV, larangan merokok, serta sistem pembayaran non-tunai (menggunkan KUE/Kartu Uang Elektronik). Ya, pada masa uji coba memang masih gratis, tapi penumpang tetap diminta “tap” kartu e-money ke alat pembayaran di dalam kendaraan. Sebuah latihan sederhana untuk membiasakan kita semua dengan pola transportasi baru: cashless, anti ribet, anti ngetem.

Hal yang tak kalah menggembirakan: jam operasional selama uji coba cukup panjang, dari 08.00 hingga 19.00 WIB. Angkot feeder ini juga punya halte resmi untuk naik-turun penumpang, dari Simpang Soekarno Hatta, ISBI Bandung, Pasar Kosambi, Gedung Sate, hingga Pasar Baru Jalan ABC. Rute lengkapnya bahkan melewati lebih dari 40 titik penting kota. Bagi warga Bandung yang terbiasa repot mencari angkot sambungan, ini jelas kabar baik.

Anti Ngetem dan Sopir Digaji

Kita semua tahu, salah satu wajah paling melelahkan dari transportasi kota selama ini adalah ngetem. Angkot berhenti lama di pinggir jalan, menunggu penuh, lalu jalan seenaknya. Feeder Metro Jabar Trans secara tegas meninggalkan praktik itu. Sopir tidak lagi mengejar setoran, melainkan digaji tetap. Hal ini bukan sekadar soal kenyamanan, tapi juga soal martabat. Sopir pun jadi pekerja profesional yang mengoperasikan layanan publik, bukan “berjudi” di jalan demi penumpang.

Harapan ke Depan

Tentu perjalanan ini baru dimulai. Baru satu koridor feeder yang berjalan, padahal Bandung Raya jelas butuh lebih banyak. Harapannya, koridor-koridor lain segera menyusul, menjangkau titik-titik sibuk seperti Cibiru, Cicaheum, Cimahi, hingga kawasan industri di Rancaekek. Tak kalah penting, integrasi dengan moda lain seperti Damri, kereta, hingga ojol juga perlu terus dikembangkan.

Feeder Mtero Jabar Trans kode FD-1 di Jalan Otista BandungNamun, apapun itu, satu hal sudah pasti: Bandung Raya akhirnya punya harapan baru dalam transportasi publiknya. Rasa syukur ini patut kita rayakan, sembari menjaga agar layanan ini tidak sekadar jadi proyek seremonial, melainkan benar-benar tumbuh menjadi kebiasaan baru bagi warga.

Karena di balik setiap perjalanan feeder kecil berlogo Metro Jabar Trans, ada sebuah cerita besar: kota ini sedang belajar melayani warganya dengan lebih baik.

Hadirnya unit feeder ini tentu bukan sekadar inovasi kecil, melainkan bagian dari rencana besar pembangunan sistem Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya – Metro Jabar Trans. Seiring berjalannya waktu, layanan ini diharapkan terus diperluas, diperkaya dengan integrasi pembayaran digital, dan semakin memudahkan mobilitas masyarakat. Langkah awal ini menjadi pondasi penting menuju wajah baru transportasi publik di Bandung Raya Metropolitan, sebuah kota yang bergerak menuju masa depan yang lebih teratur, nyaman, dan berdaya saing global.


“The measure of a country’s prosperity should not be how many poor people drive cars, but how many affluent people use public transportation.” — Michael Hogan