Setiap pagi di Stasiun Padalarang, langkah-langkah manusia berpadu dengan deru lokomotif diesel yang menggeram lembut. Di antara suara pintu yang tertutup dan peluit kondektur, percakapan kecil sering terdengar ringan: “Kapan ya, Bandung punya KRL sendiri?” Kalimat itu dulu terasa seperti harapan yang jauh di ujung rel, tapi kini mulai berubah menjadi rencana yang nyata.
Rencana Elektrifikasi: Saat Bandung Raya Menyambut Listrik di Relnya
Wilayah Bandung Raya, yang meliputi Bandung, Cimahi, dan sekitarnya, terus bertumbuh menjadi kawasan urban padat dengan pergerakan manusia yang masif setiap hari. Namun, pertumbuhan itu datang dengan harga: kemacetan panjang, polusi udara, dan ketergantungan besar pada kendaraan pribadi. Di tengah situasi itu, rencana elektrifikasi jalur Padalarang–Cicalengka menjadi titik balik penting dalam sejarah transportasi publik Bandung Raya.
Pada 20 Oktober 2025, dua perusahaan pelat merah, PT KAI (Kereta Api Indonesia) dan PLN (Perusahaan Listrik Negara), menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk proyek elektrifikasi jalur kereta api nasional, salah satunya di Bandung Raya. Kesepakatan ini menandai langkah besar menuju pengoperasian KRL Bandung Raya yang ditargetkan berjalan penuh pada tahun 2027.
Jalur sepanjang 42 kilometer ini akan menjadi rumah bagi sistem Kereta Rel Listrik (KRL) yang ramah lingkungan dan efisien, menggantikan layanan diesel yang selama ini beroperasi. Tak hanya itu, proyek ini mengusung skema investasi non-APBN dengan nilai sekitar Rp 2 triliun, mencakup juga elektrifikasi jalur Cikarang–Cikampek. PLN akan menyiapkan pasokan listrik dan jaringan distribusinya, sementara KAI menangani infrastruktur rel, sistem sinyal, serta sarana dan operasional komuter.
Langkah ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan simbol transformasi kota menuju masa depan yang lebih bersih, cepat, dan cerdas. Bayangkan kereta listrik meluncur sunyi di antara pegunungan Manglayang, membawa ribuan penumpang tanpa asap, tanpa deru mesin solar—hanya suara lembut roda besi yang berputar menembus pagi.
Integrasi Moda: Ketika Rel Bertemu Jalur Bus dan Kota Mulai Bergerak Serempak
Pembangunan KRL Commuter Line Bandung Raya tak berdiri sendiri. Di tahun yang sama, pemerintah juga menargetkan hadirnya BRT Bandung Raya dengan 22 Rute di Bandung Raya, sistem bus raya terpadu dengan jalur khusus yang akan menjadi jaringan transportasi pelengkap bagi KRL. Kedua moda ini dirancang saling terhubung, membentuk sistem transportasi publik terintegrasi yang efisien dan ramah lingkungan.
Dalam rencana integrasi antarmoda tersebut, setiap stasiun KRL akan terhubung langsung dengan halte BRT. Penumpang bisa berpindah dari kereta ke bus tanpa repot, dengan sistem tiket terpadu berbasis digital. Konsep ini memungkinkan perjalanan dari Padalarang ke Dago atau Cibiru hanya dengan satu kali tap kartu atau satu aplikasi di ponsel.
Sinkronisasi jadwal antar moda juga akan diterapkan agar waktu tunggu penumpang lebih efisien. Pemerintah daerah, KAI, dan operator transportasi bekerja sama menata ulang koridor utama kota, membangun trotoar yang ramah pejalan kaki, serta menyiapkan akses langsung antara stasiun dan halte. Semua itu mengarah pada satu visi besar: Bandung Raya yang bergerak serempak dalam harmoni transportasi publik.
Bayangkan lanskap yang berubah—kereta listrik meluncur di bawah langit Bandung, sementara bus-bus BRT berwarna cerah melintas di jalur khusus. Suara klakson yang dulu memenuhi jalanan mulai tergantikan oleh dengung mesin listrik yang nyaris tanpa suara. Kota ini akhirnya menemukan ritme baru: ritme modernitas dan keberlanjutan.
2027: Tahun Ketika Bandung Raya Berubah Arah
Jika semua berjalan sesuai rencana, tahun 2027 akan menjadi tonggak baru dalam sejarah transportasi publik Jawa Barat. Untuk pertama kalinya, warga Bandung Raya bisa bepergian melintasi kota dengan sistem transportasi yang terhubung, efisien, dan berkelanjutan.
Lebih dari sekadar proyek infrastruktur, KRL dan BRT Bandung Raya adalah simbol tentang cara sebuah kota belajar menata ulang dirinya. Tentang bagaimana teknologi, kolaborasi, dan keberanian bisa mengubah wajah mobilitas urban. Bandung tak lagi sekadar Kota Kembang yang romantis, tapi juga Kota yang Berdenyut dengan Listrik dan Gerak Baru.
“Setiap rel yang disambung, setiap halte yang dibangun, adalah seutas harapan yang menuntun Bandung menuju masa depan yang lebih terhubung.”
